Thursday, January 31, 2008

Pendeta Puse mengunjungi Negeri Simarmata.

Dari berbagai sumber HKBP,kita dapat membaca,bahwa Lembaga Sending Belanda,dengan bekerja sama Lembaga Sending Jerman,melalui Pdt Witteven mengirim Pdt G.Van.Asselt ke Pardangsina di Tapanuli,pada tahun 1857. Tahun 1861,empat orang pendeta dari Jerman dan Belanda,mengadakan rapat pembagian tugas penginjilan di Tapanuli,tepatnya pada tanggal 7 Oktober.Mereka adalah Pdt Heine,Pdt Klammer,Pdt Betz dan Pdt G.Van.Asselt. Secara berurutan keempat nama itu menjadi HKBV,tapi karena orang Batak sulit mengucapkan V,maka berubah menjadi HKBP,walau kepanjangannya menjadi Huria Kristen Batak Protestant.Tanggal 7 Oktober 1861 ditetapkan menjadi hari kelahiran HKBP.
Tahun 1875 datanglah Pendeta Puse dari Eropa,menggantikan Pdt Van Asselt yang akan kembali ke negerinya.Semula Pdt Puse mendapat tugas di Lobusiregar. Kemudian dia mendapat tugas di Samosir,sekarang ini mungkin disebut Pareses,dan akan menetap di Nainggolan. Lalu Pdt Puse mengunjungi seluruh negeri di Samosir. Beliau ditemani R.O.Somba,seorang tokoh yang mempunyai hubungan kerabat dengan Raja Sisingamangaraja. Mula-mula mereka berkunjung ke Ambarita,dan menyampaikan Berita Suka Cita,yaitu Injil. Banyak dipertanyakan orang tentang kehidupan kembali,yaitu kehidupan yang kekal. Kemudian rombongan Pdt Puse mengunjungi negeri Simarmata. Sayang mereka tidak dapat menemui Kepala Negeri,karena sedang bertugas ke tempat lain,namun masyarakat setempat menerimanya dengan baik.Mereka bersalam-salaman,dan rombongan menerima pemberian masyarakat setempat,berupa karung yang berisi,sirih,tembakau,pinang dan banyak lagi buah-buahan. Sempat ada salah pengertian,karena ada yg menduga mereka sebagai penjajah,musuh,namun berkat kehadiran R.O.Somba,situasi menjadi kondusif. Mungkin inilah salah satu penyebabnya,HKBP Simarmata,cepat ditunjuk menjadi Resort,yang membawahi Simanindo , Parbaba dan sekitarnya. Penulis Ir.Berlin Simarmata MM,warga HKBP.

Friday, January 04, 2008

Mengunjungi tanah kelahiran Singamangaraja di Bakkara.

Saya sebagai orang Batak,sejak belajar di Sekolah Dasar di Desa Simarmata,pulau Samosir,telah mengetahui bahwa orang Batak punya seorang Raja,yang sakti,namun berbeda dengan Raja didaerah lain,Raja Singamangaraja tidak punya otoritas kepada rakyatnya.Dia lebih condong kepada keteladanan perilaku,dianggap sebagai pimpinan agama parmalim,atau lebih sering disebut sebagai agama suku,sebelum agama Kristen datang dibawa oleh para missionaris Jerman. Singamangaraja dikatakan punya kesaktian,namun kesaktiannya banyak dipergunakan untuk pengobatan. Sebagai pimpinan agama suku,Singamangaraja digelari OMPUI,gelar mana kemudian berpindah kepada Dr Nomensen,penginjil yg berhasil menjangkau Tapanuli dan bermarkas di Pearaja Tarutung.Keduanya dianggap berjasa dalam mengayomi dan memajukan masyarakat Tapanuli/Batak.Persahabatan juga terjalin antara Singamangaraja XII dan Dr Nomensen. Nomensen tidak mau diperalat oleh kaum penjajah Belanda,dia berdiri sendiri sebagai pekabar Injil,dan Singamangaraja XII melawan penjajah Belanda dan tidak bermusuhan dengan pekabar Injil,karena diantara mereka banyak persamaan,terutama dalam kemanusiaan.
Pada bulan Desember 2007,kebetulan saya sekeluarga pulang kampung ke Sumut,tepatnya Samosir,karena ada dua acara yang harus kami ikuti,pertama Pesta Ulang Tahun ke-80,ibu mertuaku,Ny.MSM Sinaga br Silalahi-Sihaloho yg berlangsung di Desa Sinaga Uruk,desa tempat kelahiran Bapak Mertua,Almarhum MSM Sinaga,Bupati Tapanuli Utara periode 1968 s/d 1978. Kedua adalah meminta izin dari para ipar saya,hula-hulaku, paman(tulang) dari anak-anak saya,sehubungan rencana pernikahan anakku Barita Marthin Parluhutan Simarmata dengan pilihannya Esther br Siregar.Sesuai dengan adat Batak,hal tersebut harus dilakukan,terutama karena Barita adalah anak sulung di keluargaku. Acara yang kedua ini berlangsung di Silintong Hotel,Tuk-tuk Siadong, Tomok,Samosir. Hotel ini adalah milik mertuaku,suatu usaha yg mereka buat,setelah pensiun dari tugas negara,bapak pensiun sebagai kolonel, dan ibu pensiun dari anggota DPRD Sumut.
Ditengah-tengah kedua acara itu, tentu saja kami berhari Natal 25 Desember 2007 dan ber Tahun Baru 1 Januari 2008 di Samosir,saya ada waktu lowong,dan kesempatan ini sangat langka.Karena saya mendapat bantuan pinjaman kendaraan dari PLN Wilawah Sumatera Utara(saya adalah pensiunan PLN Pusat),maka waktu yg kosong ini saya manfaatkan mengunjungi daerah Muara dan Bakkara. Kedua daerah ini berdekatan,namun berbeda kabupaten,Muara masuk kabupaten Tapanuli Utara,dan Bakkara masuk kabupaten Humbang Hasundutan,dan sama-sama dipinggir Danau Toba,diseberang pulau Samosir. Di Bakkara saya menemui makam keluarga Raja Singamangaraja XII. Raja Singamangaraja XII sendiri dimakamkan selaku Pahlawan Nasional di Balige,sedangkan yang ada di Bakkara adalah,tulang belulang dan makam Raja Singamangarana I s/d XI. Saya puas dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Pengasih,karena hal ini sudah lama saya inginkan,baru sekarang ini tercapai. Saya juga telah menyaksikan SALIB KASIH di PEARAJA-TARUTUNG,dan TAMAN WISATA IMAN di SIDIKALANG. Terima kasih ya BAPA.Penulis, Ir Berlin Simarmata MM.